SMK Muhammadiyah 1 Moyudan

GEN Z BELAJAR SIKAP RELA BERKORBAN DARI AGRESI MILITER KE II DI SLEMAN

Oleh : Surya Pangestu dan Muchrom Wikandono, M.Pd.

Gen Z adalah generasi orang yang lahir antara akhir 1990-an dan awal 2010-an. Mereka juga dikenal sebagai “generasi digital native” karena mereka besar dengan teknologi dan sangat pintar dalam menggunakan perangkat digital.

Dalam hal sikap rela mengorbankan diri, Gen Z mungkin lebih berhati-hati dan lebih memprioritaskan kenyamanan dan pemulihan diri dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Mereka terbiasa dengan akses yang mudah ke informasi dan teknologi, yang dapat mempengaruhi sikap mereka terhadap pengorbanan. Ada dugaan bahwa Gen Z tidak terlalu bersedia untuk berkorban. Ada faktor lainnya yang dapat mempengaruhi sikap Gen Z terhadap pengorbanan, seperti latar belakang budaya, pendidikan, pengalaman, dan nilai individu.

Generasi sebelumnya (yaitu gen Y) yang menganggap pengorbanan sebagai suatu keharusan. Namun, meskipun beberapa anggapan telah dibuat bahwa Gen Z tidak terlalu bersedia untuk berkorban, ini tidak tentu benar karena setiap orang memiliki preferensi dan nilai pribadi yang berbeda.

Beberapa tren yang layak dicatat dan ciri khas Gen Z termasuk perhatian yang kuat pada keadilan sosial dan lingkungan, pendekatan kerja dan pendidikan yang sangat kolaboratif, preferensi untuk konten video dan komunitas online daripada media tradisional, dan rasa entrepreneurial yang tinggi.

Ada Fenomena phubbing dan quiet quitting yang terlihat pada Gen Z. Dalam hal phubbing Gen Z  lebih sering merasakan hal tersebut sebagai salah satu bentuk bullying dan egoisme. Namun, Gen Z lebih cenderung  memilih quiet quitting, dengan lebih fokus pada keseimbangan hidup dan tidak terlalu terobsesi dengan pengorbanan. Mereka cenderung untuk menemukan jalan yang lebih seimbang antara sosial dan kehidupan pribadi mereka.

Pengertian rela berkorban dalam kehidupan sehari-hari yaitu sikap yang mencerminkan adanya kesediaan dan juga keikhlasan dalam memberikan sesuatu yang kita miliki untuk orang lain, meski nantinya akan menimbulkan penderitaan untuk diri sendiri. Di dalam pengertian lain yang lebih sederhana, rela berkorban merupakan sikap dan perilaku yang tindakannya dilakukan dengan rasa ikhlas dan mendahulukan kepentingan orang lain dibandingkan dengan kepentingan sendiri.[1]

Seseorang yang memiliki sikap rela berkorban biasanya bersedia melakukan pengorbanan terhadap sesuatu demi kepentingan yang lebih besar atau penting. Berdasar pengertian tersebut  seseorang yang rela berkorban adalah seseorang yang siap untuk mengorbankan waktu, tenaga atau hartanya untuk hal-hal yang lebih besar dari kepentingan pribadinya. Rela berkorban juga dapat dimaknai sebagai suatu tindakan yang mengedepankan kepentingan lainnya dibandingkan kepentingannya sendiri.

Sikap rela berkorban bisa ditanamkan di kehidupan kita dengan membiasakan maupun mempelajari kisah-kisah pahlawan yang telah memberikan contoh sikap rela berkorban. Apabila sikap tersebut tidak ditanamkan di kehidupan maka dapat dipastikan kita akan kesulitan dalam bersosial  dan tidak rukun dalam bermasyarakat. Sebagaimana sudah kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan satu sama lain. Sikap rela berkorban harus ditanamkan dan dimiliki oleh seluruh manusia agar tercipta keseimbangan dan kerukunan.

Pada Tahun 1945-1950an Bangsa Indonesia mengalami masa yang disebut masa revolusi melawan Agresi Belanda ke II. Wilayah Sleman Yogyakarta juga tidak luput oleh Agresi Pasukan Belanda. Banyak kisah inspiratif sikap rela berkorban selama masa revolusi ini. Pahlawan kemerdekaan memberikan contoh sikap rela berkorban untuk dapat dicontoh oleh Gen Z. Selama mereka melakukan perjuangan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia dari serangan Militer Belanda, mereka berusaha melawan dengan mengerahkan seluruh kekuatan, mereka pantang menyerah dan rela berkorban sampai titik darah terakhir. Perjuangan para pahlawan bisa kita jadikan contoh sikap untuk mengaplikasikan sikap rela berkorban di kehidupan sehari-hari.

Berikut ini beberapa kisah perjuangan pahlawan yang ada di kabupaten sleman selama perang masa class ke II sebagai contoh teladan sikap rela berkorban untuk Gen-Z:

  1. Perjuangan Rakyat Berbah Saat Perang Gerilya Melawan Agresi Militer Belanda II:

Pada rentang waktu 1948-1949, peristiwa perjuangan rakyat di Berbah mengalami kendala dalam akses informasi serta struktur pemerintahan yang bisa memberikan arahan bagi gerakan perlawanan terhadap penjajah Belanda. Akibat terputusnya aliran informasi dari tingkat Provinsi dan Kabupaten, kepemimpinan gerakan ini akhirnya berada di tangan Camat dan Lurah yang bertindak sebagai komandan dalam mengarahkan pergerakan tersebut.

Gambar 1: Monumen Sanggrahan

Kedatangan pasukan Belanda melalui udara dengan menggunakan parasut untuk mendarat mengakibatkan kondisi rumah-rumah di sekitar Krikilan, Tegaltirto, habis terbakar. Meskipun perjuangan yang terjadi di Krikilan hanya didasari oleh tekad nekat dan kurang perhitungan, namun mampu mengobarkan api semangat perjuangan rakyat untuk melawan penjajah. Pada akhirnya, perjuangan ini merenggut korban satu nyawa, yaitu Kopral Samiyo, yang tewas karena tertembak. Sementara itu, Murtihadi, yang saat itu berusia 18 tahun mengalami luka tembak tetapi berhasil selamat. Hal ini mencerminkan bagaimana dalam situasi sulit tanpa persiapan yang memadai, dengan semangat rela berkorban dan semangat perjuangan dapat tetap membara serta menginspirasi rakyat dalam melawan penjajah.[2]

  1. Pertempuran Plataran bermula saat tertembaknya seorang Vaandrig Cadet bernama Abdul Djalil pada 22 Februari 1949:

Gambar 2: Monumen Plataran

Pada saat itu, Abdul Djalil sedang melakukan patroli bersama pasukannya dan takdir mempertemukannya dengan patroli yang dilakukan oleh pasukan Belanda. Saat pertemuan itu, terjadi pertukaran tembakan yang tragis, yang mengakibatkan Abdul Djalil gugur sebagai korban. Dalam kejadian tersebut, buku harian milik Abdul Djalil direbut oleh tentara Belanda. Dari buku harian inilah terungkap informasi mengenai lokasi-lokasi markas di daerah Selomartani.

Kemudian, pada malam tanggal 23 Februari, pasukan militaire academy (MA) melancarkan serangan terhadap pos milik tentara Belanda di wilayah Bogem. Pada dini hari tanggal 24 Februari, pasukan tersebut kembali menuju markas mereka. Namun, dalam perjalanan pulang, salah satu peleton dari pasukan MA, yaitu Pleton Z, dikejar oleh tentara Belanda.

“Jadi pada saat itu, para anggota MA yang berjalan pulang menuju markas masing-masing, bertemu di tempat ini. Dari timur, selatan, dan barat. Jadi monument ini merupakan titik pertempuran saat itu,” kata Wahyu, mengutip dari kanal YouTube BPCB Yogyakarta.

Wahyu mengatakan, pertempuran Plataran menyebabkan 8 orang pejuang gugur. Mereka terdiri dari dua orang perwira remaja, lima orang taruna, dan satu orang tentara pelajar.

“Jadi yang berjuang di sini kebanyakan masih siswa. Pendidikan mereka belum selesai. Tapi dihadapkan pada praktik perang beneran,” kata Wahyu.

Di monumen tersebut, terdapat patung kecil berjumlah 8 buah. Wahyu mengatakan patung-patung itu merupakan simbol pahlawan yang gugur di sana.[3]

  1. Kejadian di monumen Palbapang Pada waktu Class II tahun 1949:

Gambar 3: Monumen Palbapang

Tentara Belanda berhasil menduduki kota Yogyakarta, mengakibatkan pasukan-pasukan Tentara Republik Indonesia (RI) terpaksa mengundurkan diri keluar dari kota. Salah satu batalyon tentara yang mengundurkan diri dari kota Yogyakarta menetap di dukuh Tempel, Desa Lumbungrejo, khususnya di Balai desa Lumbungrejo. Namun, sekitar tiga hari setelah mereka berada di desa tersebut, mereka mengirimkan dua tentara penghubung ke kota untuk mencari informasi mengenai situasi terkini.

Sayangnya, dua tentara penghubung tersebut tertangkap oleh pasukan Belanda di daerah Palbapang, dan keduanya kemudian dieksekusi dengan cara dipenggal kepalanya oleh pasukan Belanda. Akibatnya, pasukan pejuang yang bermarkas di desa Lumbungrejo kehilangan kontak dan informasi mengenai keberadaan pasukan Belanda.

Kemudian, desa Lumbungrejo diserbu secara mendadak oleh pasukan Belanda dari arah kota, menyebabkan situasi menjadi kacau karena terputusnya komunikasi. Pasukan pejuang kita terpaksa melakukan gerakan mundur ke arah Selatan, menuju arah Godean. Namun, dalam kekacauan tersebut, ada delapan orang pejuang yang tertinggal di sebelah utara jalan raya, tepatnya di perempatan Palbapang. Mereka bersembunyi di parit di bawah jalan raya.

Pada saat itu, terjadi insiden di mana ada seekor kuda yang terjebak di depan konvoi pasukan Belanda. Karena kuda tersebut menghambat pergerakan konvoi, pasukan Belanda memutuskan untuk menembak kuda tersebut, dan jenazahnya ditarik ke pinggir atau parit jalan. Kejadian ini mengakibatkan para pejuang yang bersembunyi di selokan atau parit bawah jalan terdeteksi oleh pasukan Belanda dan akhirnya tewas tertembak.

Penduduk sekitar tidak berani mendekati mayat para pejuang karena keberadaan markas pasukan Belanda yang terletak di sebelah timur jembatan Krasak. Selama sekitar tiga bulan, mayat para pejuang yang tidak dirawat akhirnya hilang terbawa arus air parit atau selokan saat hujan.

Identitas dari kedelapan pejuang yang tewas tersebut tidak diketahui dengan pasti, sehingga ketika monumen didirikan untuk menghormati mereka, nama yang tercantum di monumen bukanlah nama sebenarnya dari para pejuang yang gugur di Palbapang. Hal ini menunjukkan betapa sulitnya mengungkap identitas korban dalam situasi perjuangan yang penuh ketidakpastian dan ketegangan seperti itu.[4]

Kesimpulan Terhadap Kisah Perjuangan Diatas:

 

Peristiwa

Penggalan kisah

korelasi sikap rela berkorban untuk Gen Z

Perjuangan Rakyat Berbah Saat Perang Gerilya Melawan Agresi Militer Belanda II:

 

Bermodalkan keberanian, pejuang Krikilan tetap mengobarkan semangat berjuang dan rela berkorban hingga mati. Gen Z harus memiliki sikap yang berani, patriotik, dan peduli pada isu-isu sosial didalam lingkungan hidup
Pertempuran Plataran bermula saat tertembaknya seorang Vaandrig Cadet bernama Abdul Djalil pada 22 Februari 1949:

 

Para pejuang tersebut masih mengambil peran dalam perjuangan meskipun pendidikan mereka belum selesai. Mereka menunjukkan bahwa mereka siap melakukan rela berkorban untuk mempertahan kemerdekaan bangsa setiap pelajar gen Z sekarang harus bisa memberikan sikap rela berkorban terhadap kehidupannya demi memperbaiki kehidupan sosialnya
Kejadian di monumen Palbapang Pada waktu Class II tahun 1949:

 

Tentara di desa Lumbungrejo yang bersedia dan rela berkorban menjadi pencari informasi situasi di daerah kota walaupun mereka akhirnya ditangkap dan dibunuh dengan kejam.

mereka berani dan semangat untuk membantu bangsa

 

 

apapun yang terjadi, setiap Gen Z harus bisa mengorbankan sesuatu demi orang lain saat ada yang membutuhkan

Semua kemerdekaan pasti ada perjuangannya. Kita harus menghargai dan menghormati jerih payah para pejuang selain itu kita juga harus meneladani sikap rela berkorban yang telah dikisahkan. Rela berkorban merupakan sikap dan tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan serta kedaulatan bangsa Indonesia. seperti Para pejuang di Krikilan yang menunjukkan sikap ini dengan rela berkorban hingga mati, pejuang plataran yang mengorbankan diri demi orang banyak dan pejuang desa Lumbungrejo yang  meskipun pendidikan mereka belum selesai Mereka mengambil peran dalam perjuangan meskipun mereka mengambil resiko untuk ditangkap dan dibunuh oleh Penjajah Belanda. Sikap dan tindakan Rela Berkorban menjadi indikator semangat dan pengabdian yang tinggi kepada bangsa dan rakyat Indonesia. akan sangat baik jika Generasi bangsa menerapkan sikap rela berkorban di kehidupan sehari hari agar bisa berguna bagi sesama manusia.

Daftar pustaka

C.Gusta Wisnuwardana, Ada Apa sih di Jalan Magelang?,      http://mblusukmen.blogspot.com/2015/02/mblusuk-mblusuk-men-ada-apa-sih-di.html, diakses pada 6 agustus 2023

Channel Purbakala yogykarta bpcbdiy, Jejak Pejuang Di Monumen Plataran, https://youtu.be/jIhj3tEfR6M, diakses pada 5 agustus 2023

faqih pembebas,Perjuangan Rakyat Di Dukuh Krikilan, Kelurahan Tegaltirto Pada Masa Agresi Militer II Belanda, https://faqihpembebas.wordpress.com/, Diakses Pada 6 Agustus 2023

Mochamad Aris Yusuf, https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-rela-berkorban/, diakses 9 agustus 2023.

Gambar 1: Monumen Sanggrahan. https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fsuryapos.id%2Fmonumen-sanggrahan-tugu-pancasila-dan-bhinneka-tunggal-ika%2F&psig=AOvVaw1_YyuV_f9sfH8ERHRHjlxy&ust=1691462953631000&source=images&cd=vfe&opi=89978449&ved=2ahUKEwj6vaTVxMmAAxWCz6ACHS99DCgQr4kDegQIARBI

Gambar 2: Monumen Plataran https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fnews.detik.com%2Fberita-jawa-tengah%2Fd-4165117%2Fmonumen-plataran-mengenang-perjuangan-taruna-militer-academy&psig=AOvVaw2nbGr4VMX3i3urnm0tEQyg&ust=1691463131006000&source=images&cd=vfe&opi=89978449&ved=2ahUKEwjTyu6pxcmAAxVfwKACHQ0_DR0Qr4kDegUIARDGAQ

Gambar 3: Monumen Palbapang https://www.google.com/url?sa=i&url=http%3A%2F%2Fmblusukmen.blogspot.com%2F2015%2F02%2Fmblusuk-mblusuk-men-ada-apa-sih-di.html&psig=AOvVaw2EN-_RTSNkVNofn827l6ko&ust=1691463356305000&source=images&cd=vfe&opi=89978449&ved=2ahUKEwj_26WVxsmAAxX8bGwGHXWYD_MQr4kDegQIARBN

[1] Mochamad Aris Yusuf, https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-rela-berkorban/, diakses 9 agustus 2023

[2] faqihpembebas,Perjuangan Rakyat Di Dukuh Krikilan, Kelurahan Tegaltirto Pada Masa Agresi Militer II Belanda, https://faqihpembebas.wordpress.com/, Diakses Pada 6 Agustus 2023

[3] Channel Purbakala yogykarta bpcbdiy, Jejak Pejuang Di Monumen Plataran, https://youtu.be/jIhj3tEfR6M, diakses pada 5 agustus 2023

[4] C.Gusta Wisnuwardana, Ada Apa sih di Jalan Magelang?, http://mblusukmen.blogspot.com/2015/02/mblusuk-mblusuk-men-ada-apa-sih-di.html, diakses pada 6 agustus 2023

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Scroll to Top